Monday 11 July 2011

BID'AH: Perayaan Malam Nisyfu Sya’ban


BID'AH: Perayaan Malam Nisyfu Sya’ban

Oleh :Zaidi Assalafy
بسم الله الرحمن الرحيم,
 الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين,
 أما بعد:

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku dan telah Kuredhai Islam sebagai agama bagimu “. (QS. Al Maidah : 3)

Dan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam pernah pernah bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah)

Sabda Nabi shalallahua’laihiwasalam lagi :

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan kerana setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (HR. Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`i)

Masih banyak lagi hadith-hadith yang semaksud dengan hadith ini, yang semuanya menunjukan dengan jelas, bahwasanya Allah telah menyempurnakan agama ini untuk umat-Nya. Dia telah mencukupkan nikmat-Nya bagi mereka. Dia tidak mewafatkan nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wassallam kecuali setelah beliau menyelesaikan tugas penyampaian risalahnya kepada umat dan menjelaskan kepada mereka seluruh syariat Allah, baik melalui ucapan maupun pengamalan.
Beliau menjelaskan segala sesuatu yang akan diada-adakan oleh sekelompok manusia sepeninggalnya dan dinisbahkan kepada ajaran Islam baik berupa ucapan ataupun perbuatan, semuanya bid’ah yang tertolak, meskipun niatnya baik. Para sahabat dan ulama mengetahui hal ini, maka mereka mengingkari perbuatan-perbuatan bid’ah dan memperingatkan kita dari padanya. Hal ini disebutkan oleh mereka yang mengarang tentang pengagungan sunnah dan pengingkaran bid’ah seperti Ibnu Wadhah dan Abi Syamah dan lainnya.

Diantara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang adalah bid’ah mengadakan upacara peringatan malam nisyfu sya’ban dan mengkhususkan hari tersebut dengan puasa tertentu. Padahal tidak ada satupun dalil yang dapat dijadikan sandaran, memang ada beberapa hadith yang menegaskan keutamaan malam tersebut akan tetapi hadith-hadith tersebut dhoif sehingga tidak dapat dijadikan landasan. Adapun hadith-hadith yang menegaskan keutamaan solat pada hari tersebut adalah maudhu’ (palsu).

A1 Hafidz ibnu Rajab dalam bukunya “Lathaiful Ma’arif ‘ mengatakan bahwa perayaan malam nisfu sya’ban adalah bid’ah dan hadith-¬hadith yang menerangkan keutamaannya adalah lemah.
Imam Abu Bakar At Turthusi berkata dalam bukunya `alhawadith walbida’ : “Diriwayatkan dari wadhah dari Zaid bin Aslam berkata :”kami belun pernah melihat seorangpun dari  ahli fiqih kami yang menghadiri perayaan nisyfu sya’ban, tidak mengindahan hadith makhul (dhoif) dan tidak pula memandang adanya keutamaan pada malam tersebut terhadap malam¬-malam lainnya”.

Dikatakan kepada Ibnu Maliikah bahwasanya Ziad Annumari berkata:
“Pahala yang didapat (dari ibadah ) pada malam nisyfu sya’ban menyamai pahala lailatul qadar.
Ibnu Maliikah menjawab : Seandainya saya mendengar ucapannya sedang ditangan saya ada tongkat, pasti saya pukul dia. Ziad adalah seorang pelipur.

Al Allamah Syaukani Rahimahullah menulis dalam bukunya, fawaidul majmu’ah, sebagai berikut : Hadith : “Wahai Ali barang siapa melakukan solat pada malam nisyfu sya’ban sebanyak seratus rakaat : ia membaca setiap rakaat Al Fatihah dan Qulhuwallahuahad sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala …. dan seterusnya.
Hadith ini adalah maudhu’, pada lafaz-lafaznya menerangkan tentang pahala yang akan diterima oleh pelakunya adalah tidak diragukan kelemahannya bagi orang berakal, sedangkan sanadnya majhul (tidak dikenal). Hadith ini diriwayatkan dari jalan kedua dan ketiga, kesemuanya maudhu ‘ dan perawi¬-perawinya majhul.

Dalam kitab “Al-Mukhtashar” Syaukani melanjutkan : “Hadith yang menerangkan solat nisfu sya’ban adalah batil” .

Ibnu Hibban meriwayatkan hadith dari Ali : “…Jika datang malam nisfu sya’ban bersolat malamlah dan berpuasalah pada siang harinya”. Inipun adalah hadith yang dhoif.

Dalam buku Al-Ala’i diriwayatkan :

“Seratus rakaat dengan tulus ikhlas pada malam nisfu sya’ban adalah pahalanya sepuluh kali lipat”. Hadith riwayat Ad-Dailamy, hadith ini tidak maudhu; tetapi majoriti perawinya pada jalan yang ketiga majhul dan dho’if.
Imam Syaukani berkata : “Hadith yang menerangkan bahwa dua belas raka’ at dengan tulus ikhlas pahalanya adalah tiga puluh kali ganda, maudhu’. Dan hadith empat belas raka’at ….dst adalah maudhu”.

Para fuqaha’ banyak yang tertipu oleh hadith-¬hadith maudhu’ diatas seperti pengarang Ihya’ Ulumuddin dan sebahagian ahli tafsir. Telah diriwayatkan bahwa solat pada malam itu yakni malam nisfu sya’ban yang telah tersebar ke seluruh pelosok dunia semuanya adalah batil (tidak benar) dan hadithnya adalah maudhu’.

Al-Hafidh Al-Iraqy berkata : “Hadith yang menerangkan tentang solat nisfu sya’ban maudhu’ dan pembohongan atas diri Rasulullallah Shalallahu’alaihi Wassallam.

Dalam kitab Al-Majmu’, Imam Nawawi berkata :”Solat yang sering kita kenal dengan solat ragha’ib berjumlah dua belas raka’at dikerjakan antara maghrib dan isya’ pada malam jumaat pertama bulan rajab, dan solat seratus raka’at pada malam nisfu sya’ban, dua solat ini adalah bid’ah dan mungkar.

Tak boleh seorangpun terpedaya oleh kedua hadith tersebut hanya kerana telah disebutkan didalam kitab Qutul Qulub dan Ihya’ Ulumuddin, sebab pada dasarnya hadith-hadith tersebut batil (tidak boleh diamalkan). Kita tidak boleh cepat mempercayai orang-orang yang menyamarkan hukum bagi kedua hadith yaitu dari kalangan a’immah yang kemudian mengarang lembaran-¬lembaran untuk membolehkan pengamalan kedua hadith tersebut.

Syaikh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma’ il Al-Maqdisy telah mengarang suatu buku yang berharga; beliau menolak (menganggap batil) kedua hadith diatas.


Dalam penjelasan diatas tadi, seperti ayat-ayat Al-Qur’an dan beberapa hadith serta pendapat para ulama jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahawa peringatan malam nisfu sya’ ban dengan pengkhususan solat atau lainnya, dan pengkhususan siang harinya degan puasa itu semua adalah bid’ah dan mungkar tidak ada dasar sandarannya didalam syari’at Islam ini, bahkan hanya merupakan perkara yang diada-adakan dalam Islam setelah masa hidupnya para shahabat.
Marilah kita hayati ayat Al-Qur’an dibawah ini :

الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Ku-Redhai Islam sebagai agamamu”.

Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat diatas. Selanjutnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah) 

Dalam hadith lain beliau bersabda :
لاَ تَخْتَصُّوْا لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي, وَلاَ تَخْتَصُّوْا يَوْمَ الْجُمْعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ, إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ فِي صَوْمٍ يَصُوْمُهُ أَحَدُكُم

“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam jumaat dari pada malam-malam lainnya dengan suatu solat, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya untuk berpuasa dari pada hari-hari lainnya, kecuali jika sebelum hari itu telah berpuasa” (HR. Muslim).

Seandainya pengkhususan suatu malam dengan ibadah tertentu itu dibolehkan oleh Allah, maka bukankah malam jumaat itu lebih baik dari pada malam-malam lainnya, kerana hari jumaat adalah hari yang terbaik yang disinari oleh matahari ? Hal ini berdasarkan hadith-hadith Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam yang shahih.

Tatkala Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam telah melarang untuk mengkhususkan solat pada malam hari itu ini menunjukkan malam yang lainnya lebih tidak boleh lagi. Kecuali jika ada dalil yang shahih yang mengkhususkannya.

Manakala malam lailatul Qadar dan malam¬-malam bulan puasa itu disyari’atkan supaya solat dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu, Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada ummatnya agar supaya melaksanakan¬nya, beliaupun juga mengerjakannya. Sebagaimana disebutkan didalam hadith yang shahih (yang ertinya):
“Barang siapa melakukan solat pada malam bulan ramadan dengan penuh rasa iman dan mengharap pahala niscaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lewat. Dan barangsiapa yang melakukan solat pada malam lailatul Qadar dengan penuh rasa iman niscaya Allah akan mengampuni dosa yang telah lepas” (Muttafaqun ‘alahi).

Jika seandainya malam nisfu sya’ban, malam jumaat pertama pada bulan rejab, serta malam isra’ mi’raj diperintahkan untuk dikhususkan dengan upacara atau ibadah tertentu, pastilah Rasululah Shalallahu’alaihi Wassallam menjelaskan kepada ummatnya atau menjalankannya sendiri. Jika memang hal ini pernah terjadi, niscaya telah disampaikan oleh para shahabat kepada kita, mereka tidak akan menyembunyikannya, kerana mereka adalah sebaik-baik manusia  yang paling banyak memberi nasehat setelah Rasululah Shalallahu’alaihi Wassallam.

Dari pendapat-pendapat ulama tadi anda dapat menyimpulkan bahwa tidak ada ketentuan apapun dari Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam ataupun dari para sahabat tentang keutamaan malam malam nisfu sya’ban dan malam jumaat pertama pada bulan Rejab.
Dari sini kita tahu bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adalah bidah yang diada-adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan dengan ibadah tertentu adalah bid’ah mungkar; sama halnya dengan malam 27 Rejab yang banyak diyakini orang sebagai malam Isra dan Mi’raj, begitu juga tidak boleh dirayakan dengan upacara-upacara ritual, berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan tadi.

(Diringkas dari dari kitab Tahdzir minul bida’ karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz).

No comments:

Post a Comment