Manhaj salaf Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah MENETAPKAN (ITSBAT) apa-apa yang Allah Azzawajalla telah firmankan di dalam Al Qur’an dan apa-apa yang telah di sabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam di dalam hadith-hadith yang shahih tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah seperti istiwaa’ (bersemayam)nya Allah di atas ‘Arsy yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-nya, wajah-Nya, Tangan-Nya, mata-Nya, datang-Nya, turun-Nya, marah-Nya, cinta-Nya dan lain-lain banyak sekali di dalam Al Qur’an dan hadith-hadith SHAHIH di Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasaa’i, Ibnu Majah, Malik, Ahmad, Kitab Tauhid Ibnu Khuzaimah dan lain-lain.
Dalam hal ini telah datang begitu banyak dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Pada 8 tempat Ia berfirman di Kitab-Nya yaitu :
أأمنتم من في السماء أن يخسف بكم الأرض ) الملك /16. " Apakah kamu ...merasa aman terhadap Allah yang di langit ...... Al-Mulk : 16
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى... Ar rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa’ (thaha:5)
…ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ… Kemudian Ia istawaa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy(Qs Al A’araf:54)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs. Yunus : 3)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs. Ar ra’d:2)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs.Al Furqan:59)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs.As Sajdah:4)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs.A; hadid:4)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang sangat masyhur sekali yang diriwayatkan oleh banyak imam, di antaranya Al Imam Muslim di Shahih-nya juz II hal. 70-71 :
حديث الجارية: عن معاوية بن الحكم قال: وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ: «يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا؟» قَالَ: ”ائْتِنِي بِهَا“ فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَقَالَ لَهَا: ”أَيْنَ اللَّهُ“، قَالَتْ: «فِي السَّمَاءِ.» قَالَ: ”مَنْ أَنَا“ قَالَتْ: «أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ.» قَالَ: ”أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ“ [صحيح مسلم]
Beliau bertanya kepada budak perempuan ; “DIMANAKAH ALLAH ?” Jawab budak perempuan ; “ DI ATAS LANGIT “ Beliau bertanya lagi : “ Siapa aku ?” Jawab budak perempuan : “Engkau ialah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalam.” Beliau bersabda : “ Merdekakan dia! Kerana sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan beriman)
Inilah aqidah yang sangat besar dan sangat agung yang telah hilang dari dada-dada sebahagian besar kaum muslimin. Oleh kerana itu, wajib bagi kita membersihkan aqidah kita dari kekotoran syirik dan segala macam pemahaman yang sesat dan menyesatkan yang mengatakan ALLAH ADA TANPA TEMPAT !!! Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan!
Aqidah kita, bahwa kita meyakini ALLAH ADA DI ATAS LANGIT BERSEMAYAM DI ATAS ‘ARSY-NYA YANG SESUAI DENGAN KEBESARAN DAN KEMULIAAN-NYA SEBAGAIMANA NASH AL QUR’AN DAN HADITH.
Dalam Shahih Bukhari di Bab Firman Allah : Wa kaana ‘Arsyuhu ‘alal-Maa’ Anas bin Malik menceritakan :
فكانت زينب تفخر على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم تقول زوجكن أهاليكن وزوجني الله تعالى من فوق سبع سماوات
Adalah Zainab membanggakan dirinya atas isteri-isteri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, ia berkata : “Yang menikahkan kamu (dengan Nabi) adalah keluarga-keluargamu, sedangkan yang menikahkan aku adalah Allah ta’ala yang berada di atas tujuh langit”.
Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu berkata :
والعرش على الماء والله على العرش يعلم ما أنتم عليه
‘Arsy itu di atas air dan Allah di atas ‘Arsy. Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”
[Dikeluarkan oleh Imam Thabrani dari Al-Mu’jamul-Kabiir no 8987, dengan sanad shahih]
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengkabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Khalil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qasim bin ‘Alqamah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta ulamak hadith meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.
[Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghafar, hal.165]
فكانت زينب تفخر على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم تقول زوجكن أهاليكن وزوجني الله تعالى من فوق سبع سماوات
Adalah Zainab membanggakan dirinya atas isteri-isteri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, ia berkata : “Yang menikahkan kamu (dengan Nabi) adalah keluarga-keluargamu, sedangkan yang menikahkan aku adalah Allah ta’ala yang berada di atas tujuh langit”.
Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu berkata :
والعرش على الماء والله على العرش يعلم ما أنتم عليه
‘Arsy itu di atas air dan Allah di atas ‘Arsy. Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”
[Dikeluarkan oleh Imam Thabrani dari Al-Mu’jamul-Kabiir no 8987, dengan sanad shahih]
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengkabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Khalil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qasim bin ‘Alqamah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta ulamak hadith meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.
[Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghafar, hal.165]
Imam Bukhari dalam kitabnya 'at-Tauhid' menukil dari Abi Aliyah dan Mujahid tentang makna firman Allah, "tsummas tawa ilas samaa" yakni Al-'Uluw wal Irtifa' (diatas dan tinggi).
Berkata ahli tafsir Imam Thobari tentang firman Allah, "Ar-Rahman 'alaa Arsy Istawa" yaitu Al-'Uluw wal Irtifa', dan ditanya Abdullah Ibnu Mubarak, "Bagaimana kita mengetahui Rabb kita?" maka Abdullah menjawab sesungguhnya Allah diatas langit ketujuh diatas Arsy. Sesungguhnya telah diulang dalam Al-Qur'an tertang ber-istiwa' (menetap tinggi) diatas Arsy sebanyak tujuh kali yang menunjukkan bahwa Allah ber-istiwa' (menetap tinggi) diatas Arsy-Nya, sifat yang sempurna bagi Allah, sifat tersebut memiliki kedudukan yang agung. Ketika Imam Malik ditanya tentang 'istawa' beliau menjawab istawa itu maknanya sudah diketahui, caranya tidak diketahui, beriman kepadanya wajib.
Makna 'istawa' sudah diketahui maksudnya secara bahasa, yaitu Al-'Uluw wal Irtifa' (di atas dan tinggi) tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah dan tidak sama dengan makhluk-makhluk-Nya.
Berkata ahli tafsir Imam Thobari tentang firman Allah, "Ar-Rahman 'alaa Arsy Istawa" yaitu Al-'Uluw wal Irtifa', dan ditanya Abdullah Ibnu Mubarak, "Bagaimana kita mengetahui Rabb kita?" maka Abdullah menjawab sesungguhnya Allah diatas langit ketujuh diatas Arsy. Sesungguhnya telah diulang dalam Al-Qur'an tertang ber-istiwa' (menetap tinggi) diatas Arsy sebanyak tujuh kali yang menunjukkan bahwa Allah ber-istiwa' (menetap tinggi) diatas Arsy-Nya, sifat yang sempurna bagi Allah, sifat tersebut memiliki kedudukan yang agung. Ketika Imam Malik ditanya tentang 'istawa' beliau menjawab istawa itu maknanya sudah diketahui, caranya tidak diketahui, beriman kepadanya wajib.
Makna 'istawa' sudah diketahui maksudnya secara bahasa, yaitu Al-'Uluw wal Irtifa' (di atas dan tinggi) tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah dan tidak sama dengan makhluk-makhluk-Nya.
DEFINISI ISTIWA
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى...
Ar rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa’ (thaha:5)
1. Istiwa secara bahasa ertinya bersemayam dan maknanya berada,Berkata Mujahid (seorang tabi’in besar murid Ibnu Abbas) :
استوئ علئ العرش
“ Ia istawaa (bersemayam) di atas ‘Arsy” maknanya :
علا علئ العرش
“ Ia berada di atas ‘Arsy “
(HR.Bukhari juz 8 hal:175)
2. Istiwa secara istilah adalah Majhul [tidak diketahui]
MAKSUD BERSEMAYAM
Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy-Nya adalah dengan cara bersemayam yang khusus, bukan bersemayam secara umum seperti yang dilakukan oleh para makhluk. Maka dari itu tidak sah dikatakan istawa 'ala al-makhluqat (bersemayam di atas makhluk-makhluk) atau di atas langit atau di atas bumi kerana Dia terlalu mulia untuk itu. Mengenai 'Arsy kami katakan bahawa Allah Subhanahu wa Ta'ala bertahta dan bersemayam di atas 'Arsy-Nya. Kata istawaa lebih khusus daripada kata 'uluw yang mutlak, maka dari itu bersemayamnya Allah di atas singgasana-Nya termasuk sifat-sifat-Nya yang fi'liyah yang berkaitan dengan kehendak-Nya, lain halnya dengan kata 'uluw, itu termasuk sifat-sifat dzatiyah-Nya, yang tidak lepas darinya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah secara terus terang menjelaskan tentang hadith yang ada dalam bukunya Majmu' Al-Fatawa jilid V halaman 522, yang dikumpulkan oleh Ibnu Qasim, "Dengan demikian Allah bersemayam di atas 'Arsy setelah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. Sebelum itu Dia tidak bersemayam di atas 'Arsy. Dikatakan bahwa kata istawa' adalah cara bersemayam yang khusus. Segala sesuatu yang bersemayam di atas sesuatu, dia berada di atasnya, tetapi tidak semua yang berada di atas sesuatu tidak disebut dengan bersemayam dan bertahta di atasnya, tetapi segala sesuatu yang bersemayam di atas sesuatu bererti dia berada di atasnya." Itulah maksud yang sesungguhnya.
Sedangkan perkataan kami "sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya" berarti bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy adalah seperti sifat-sifat-Nya yang lain, hanya sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, yang tidak sama dengan bersemayamnya manusia. Masalah ini bererti kembali kepada masalah bagaimana bersemayamya Allah di atas 'Arsy itu, kerana sifat mengikuti yang disifati. Sementara Allah adalah dzat yang tidak bisa dibuat permisalannya dan sifat-sifat-Nya tidak sama dengan sifat-sifat lainnya, seperti yang difirmankan Allah, "Tidak ada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura:11).
Tidak ada yang menyamai Allah dalam dzat dan sifat-Nya, maka dari itu, Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang bersemayamnya Allah, beliau menjawab, "Bersemayam adalah sesuatu yang dimengerti, tetapi bagaimana bersemayamnya adalah sesuatu yang tidak masuk akal namun harus diimani dan mempertanyakannya adalah bid'ah." Ini adalah ukuran untuk semua sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan-Nya untuk Diri-Nya sendiri dalam bentuk yang sesuai dengan-Nya tanpa mengubah, tanpa mengada-ngada, tanpa mempertanyakan, dan tanpa membuat permisalan.
Dari sini jelaslah faedah dari pendapat ini bahawa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy adalah bersemayam dengan cara yang khusus untuk-Nya, kerana ketinggian secara umum adalah milik Allah, baik sebelum menciptakan langit dan bumi, ketika menciptakan, mahupun sesudah menciptakan keduanya; kerana hal itu termasuk sifat wajib-Nya, seperti Maha Mendengar, Maha Melihat, Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya.
PENJELASAN LANGIT DAN 'ARSY
1. Lafadz “as samaa” (السما ء) menurut lughah/bahasa Arab ertinya “setiap yang tinggi dan berada diatas “
Berkata Az-Zujaaj (seorang imam ahli bahasa) :
ا لسما ء فى اللغة يقال : لكل ما ر تفع و علا
“(lafadz) as samaa/langit-langit didalam bahasa dikatakan : ‘ bagi setiap yang tinggi dan berada di atas
2. Arsy adalah makhluk Allah yang paling tinggi berada diatas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas :
والعرش لا يقدراحد قدره
“ Dan ‘Arsy tidak seorang pun dapat mengukur berapa besarnya”
Allah azza wa jalla istiwa-Nya di atas 'Arsy tidak tergantung kepada 'Arsy. bahkan sekalian mahkluk termasuk Arsy brgantung kepada Allah Jalla wa 'alaa, Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.(Qs.al-Ankabut:6)
Yakni : Allah tidak berkeperluan kepada sekalian mahkluk
Di mana Allah sebelum terciptanya segala sesuatu ?
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: "كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَىءٌ غَيْـرُهُ" (رواه البخاري والبيهقي وابن الجارود)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud) AKAN TETAPI HADITH INI TIDAK BERHENTI SAMPAI DISINI,
kerana setelah itu Allah menciptakan ARSY diatas air tersebut ( وعرشه علئ الماء), dalam riwayat Nafi’ bin Zaid al Himyari disebutkan
كَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ خَلَقَ الْقَلَمَ فَقَالَ : اُكْتُبْ مَا هُوَ كَائِن ، ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَات وَالْأَرْض وَمَا فِيهِنَّ "
Setelah menciptakan ARSY-NYA diatas AIR, kemudian Allah menciptakan QOLAM (pena) dan berfirman : " Tulislah apa yang akan terjadi " kemudian Allah menciptakan LANGIT dan BUMI serta apa yang ada didalamnya.(Riwayat ini menegaskan tentang urutan ciptaan setelah arsy dan air).
قَوْلُهُ : ( وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء ، وَكَتَبَ فِي الذِّكْر كُلَّ شَيْء ، وَخَلَقَ السَّمَوَات وَالْأَرْض )
“Arsy-Nya di atas air, dan Allah menuliskan segala sesuatu pada adz-dzikir, dan Allah menciptakan langit dan bumi”
Sementara dalam ilmu Tauhid mengatakan :
" ثُمَّ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالْأَرْض "
“ kemudian Allah menciptakan langit dan bumi “
Imam Muslim meriwayatkan dari hadith Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam :
رَوَى مُسْلِم مِنْ حَدِيث عَبْد اللَّه بْن عَمْرو مَرْفُوعًا " أَنَّ اللَّه قَدَّرَ مَقَادِير الْخَلَائِق قَبْل أَنْ يَخْلُق السَّمَاوَات وَالْأَرْض بِخَمْسِينَ أَلْف سَنَة وَكَانَ عَرْشه عَلَى الْمَاء "
“ Sesunguhnya Allah menetapkan kadar-kadar ciptaan sebelum menciptakan langit dan bumi selama 50 ribu tahun, dan arsy-Nya berada diatas air”
Setelah Allah menciptakan langit dan bumi, arsy- Nya berada diatas langit
Pada 8 tempat Ia berfirman di Kitab-Nya yaitu :
أأمنتم من في السماء أن يخسف بكم الأرض ) الملك /16. "
Apakah kamu ...merasa aman terhadap Allah yang di langit ...... Al-Mulk : 16
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى...
Ar rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa’ (thaha:5)
…ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ…
Kemudian Ia istawaa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy(Qs Al A’araf:54)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs. Yunus : 3)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs. Ar ra’d:2)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs.Al Furqan:59)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs.As Sajdah:4)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
kemudian Dia istiwaa’ (bersemayam) di atas 'Arsy (Qs.A; hadid:4)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang sangat masyhur sekali yang diriwayatkan oleh banyak imam, di antaranya Al Imam Muslim di Shahih-nya juz II hal. 70-71 :
حديث الجارية: عن معاوية بن الحكم قال: وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ: «يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا؟» قَالَ: ”ائْتِنِي بِهَا“ فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَقَالَ لَهَا: ”أَيْنَ اللَّهُ“، قَالَتْ: «فِي السَّمَاءِ.» قَالَ: ”مَنْ أَنَا“ قَالَتْ: «أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ.» قَالَ: ”أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ“ [صحيح مسلم]
Beliau bertanya kepada budak perempuan ; “DIMANAKAH ALLAH ?”
Jawab budak perempuan ; “ DI ATAS LANGIT “
Beliau bertanya lagi : “ Siapa aku ?”
Jawab budak perempuan : “Engkau ialah Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalam.”
Beliau bersabda : “ Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan beriman)
Inilah aqidah yang sangat besar dan sangat agung yang telah hilang dari dada-dada sebahagian besar kaum muslimin. Oleh kerana itu, wajib bagi kita membersihkan aqidah kita dari kekotoran syirik dan segala macam pemahaman yang sesat dan menyesatkan yang mengatakan ALLAH ADA TANPA TEMPAT!!! Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan!
Aqidah kita, bahwa kita meyakini ALLAH ADA DIATAS LANGIT BERSEMAYAM/BERISTIWAA DI ATAS ‘ARSY-NYA YANG SESUAI DENGAN KEBESARAN DAN KEMULIAAN-NYA SEBAGAIMANA NASH AL QUR’AN DAN HADITH.
Imam Al-Bukhaariy berkata :
وقال ضمرة بن ربيعة عن صدقة سمعت سليمان التيمي يقول لو سئلت أين الله لقلت في السماء فإن قال فأين كان عرشه قبل السماء لقلت على الماء فإن قال فأين كان عرشه قبل الماء لقلت لا أعلم قال أبو عبد الله وذلك لقوله تعالى { ولا يحيطون بشيء من علمه إلا بما شاء } يعني إلا بما بين
Telah berkata Dhamrah bin Rabii’ah, dari Shadaqah : Aku mendengar Sulaimaan At-Taimiy berkata : “Seandainya aku ditanya : ‘dimana Allah’, pasti akan aku menjawab : ‘di langit’. Jika ia berkata : ‘lalu dimanakah ‘Arsy-Nya sebelum (diciptakan) langit ?’ ; akan aku jawab : ‘di atas air’. Jika ia kembali berkata : ‘lalu dimanakah ‘Arsy-Nya sebelum (diciptakan) air ?’ ; akan aku jawab : ‘aku tidak tahu’
[Khalqu Af’alil-‘Ibaad oleh Al-Bukhaariy, 2/38 no. 64, tahqiq Fahd bin Sulaimaan Al-Fahiid; Daaru Athlas Al-Khadlraa’, Cet. 1/1425. Riwayat ini shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Laalika’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 671, Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul-‘Arsy no. 15, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya no. 30609, dan Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamah no. 194.].
وقال ضمرة بن ربيعة عن صدقة سمعت سليمان التيمي يقول لو سئلت أين الله لقلت في السماء فإن قال فأين كان عرشه قبل السماء لقلت على الماء فإن قال فأين كان عرشه قبل الماء لقلت لا أعلم قال أبو عبد الله وذلك لقوله تعالى { ولا يحيطون بشيء من علمه إلا بما شاء } يعني إلا بما بين
Telah berkata Dhamrah bin Rabii’ah, dari Shadaqah : Aku mendengar Sulaimaan At-Taimiy berkata : “Seandainya aku ditanya : ‘dimana Allah’, pasti akan aku menjawab : ‘di langit’. Jika ia berkata : ‘lalu dimanakah ‘Arsy-Nya sebelum (diciptakan) langit ?’ ; akan aku jawab : ‘di atas air’. Jika ia kembali berkata : ‘lalu dimanakah ‘Arsy-Nya sebelum (diciptakan) air ?’ ; akan aku jawab : ‘aku tidak tahu’
[Khalqu Af’alil-‘Ibaad oleh Al-Bukhaariy, 2/38 no. 64, tahqiq Fahd bin Sulaimaan Al-Fahiid; Daaru Athlas Al-Khadlraa’, Cet. 1/1425. Riwayat ini shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Laalika’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 671, Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul-‘Arsy no. 15, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya no. 30609, dan Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamah no. 194.].
Keyakinan 4 Imam mazhab bahawa, ALLAH ADA DIATAS LANGIT BERSEMAYAM/BERISTIWAA DI ATAS ‘ARSY-
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه
في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir kerana Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas, Imam Darul Hijrah Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah fahaman Jahmiyah, ia mengatakan bahawa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (ertinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khuatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan rabi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i yang menjadi rujukan kenyakkan kaum muslimin di Nusantara dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengkabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Khalil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qasim bin ‘Alqamah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله
تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta ulamak hadith meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqad) lainnya.
Imam Ahmad bin Hambal Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Kerana beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cubaan, semuga beliau disaksikan sebagai ahli syurga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahsia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”
Abu Bakr Al Atsram mengatakan bahawa Muhammad bin Ibrahim Al Qaisi mengkabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarak ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami boleh mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarak menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”
Tidak Perlu Disangsikan Lagi
Itulah perkataan empat Imam Mazhab yang jelas-jelas perkataan mereka meyakini bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Bahkan sebenarnya ini adalah ijma’ yaitu kesepakatan atau pengakuan seluruh ulama Ahlus Sunnah. Lantas mengapa aqidah ini perlu diragukan oleh orang yang jauh dari kebenaran?
1. TA’THIL (menghilangkan),
2. TA’WIL (mengganti arti ZHAHIR kepada erti yang lain),
3. TAMTSIL (menyerupakan dengan makhluk)
4. dan TAKYIF (bertanya bagaimana sifat Allah itu)
Sebagaimana firman Allah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang MenyerupaiNYA, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.(Qs.Asy Syura:11)
Bahagian YANG PERTAMA dari ayat yang mulia ini MENAFIKAN adanya penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Sedangkan penyerupaan bahagian YANG KEDUA MENETAPKAN (ITSBAT) adanya sifat-sifat Allah.
Keduanya wajib kita imani, yaitu tidak menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan Allah tidak serupa dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya dan perbuatan-Nya.
Dan kitapun menetapkan nama dan sifat-Nya APA ADANYA tanpa TA’WIL dan seterusnya seperti di atas.
Dan tidaklah dikatakan meyerupakan Allah dengan makhluk-nya kalau kita MENETAPKAN BAHAWA Allah bersemayam di atas ‘Arsy, mempunyai wajah, tangan, mata, datang dan turun yang sesuai dengan kebesaran dan kemuliaan-Nya
Dan tidaklah sama bersemayam-Nya, wajah-Nya, tangan-Nya, mata-Nya, datang-Nya, turun-Nya, ke langit dunia setiap sepertiga malam, yang akhir dan seterusnya dengan bersemayam, wajah, tangan makhluk-Nya.. Kecuali kalau kita mengatakan bahwa bersemayamnya Allah, wajah-Nya dan tangan-Nya sama atau serupa dengan bersemayamnya, wajah dan tangan makhluk-Nya.
Kalau MENETAPKAN nama dan sifat Allah dituduh menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH bertanya kepada ahli bid’ah dari kaum Jahmiyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah, maturidiyyah, dan lain-lain :
“ Bukankah anda telah menetapkan ada DZAT bagi Allah dan manusia juga mempunyai DZAT , SAMAKAH ATAU SERUPAKAH DZAT ALLAH DENGAN DZAT MANUSIA ?
Wallahu a’lam
Menjawb Fitnah-Fitnah mengatakan Dakwah Salaf menyamakan Allah Dengan Makhluk
ReplyDeleteAlloh swt tidak butuh tempat, buktinya ketika ruang/tempat belum ada Dia sudah ada….tapi ketika tercipta ruang/tempat (dengan terciptanya Arsy) maka dengan sendirinya Dia swt memiliki posisi berkaitan ruang/tempat itu, yaitu Dia swt diluar ruang/tempat itu…dan posisi itu di atas Arsy….sebab dengan Dia swt berada di luar ruang maka dengan sendirinya Dia swt tidak menempati ruang/tempat, jadi tetap masih bisa dikatakan Dia swt tidak butuh ruang/tempat…..nah kalau sekarang ada pertanyaan “dimana Alloh swt ketika Arsy (ruang/tempat) belum ada?”….ada jawabannya di dalam al-hadits yakni ” fi amaa’, laisa fauqohu hawaa’ wa laisa tahtahu hawaa’ ” artinya ” di amaa’, tidak ada ruang di atas-Nya maupun di bawah-Nya “…..jadi amaa’ adalah kondisi tidak ada ruang…..
ReplyDelete