Saturday 28 May 2011

TALBIS IBLIS ( PERANGKAP IBLIS) TERHADAP GULUNGAN KHAWARIJ

TALBIS IBLIS ( PERANGKAP IBLIS) TERHADAP GULUNGAN KHAWARIJ
Zaidi Assalafy
Selesai mentela'ah Kitab Talbis Iblis , karya Ibnul Jauzi, sungguh bermanafaat sekali untuk di Tela'ah oleh Pencinta ilmu yang sahihah. Suatu kajian yang bersumberkan fakta al Quran dan Assunnah.Peranan Iblis dalam memerangkap manusia supaya kufur kepada Allah subhanahuwa'ta'ala sebagai janji mereka kepada Yang Esa.Disini saya nukilkan satu Bab yang penting untuk kita sama-sama berkongsi ilmu dari kitab Talbis Iblis terhadap gulungan Khawarij yang di nukilkan juga dari syarahan Syeikh Dr. Shalih Fauzan Al Fauzan Hafhizahullah.

KHAWARIJ DAN MAZHABNYA

Laa hukma illa lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah Subhanahu Wata’ala). Kata-kata ini haq adanya, kerana merupakan kandungan ayat yang mulia. Namun jika kemudian ditafsirkan menyimpang dari pemahaman salafush soleh, kebatilanlah yang kemudian muncul. BerHujahkan kata-kata inilah, Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, dengan mudahnya mengkafirkan bahkan menumpahkan/ menghalalkan darah kaum muslimin..

Siapakah Khawarij ?


Asy-Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata:

 “Mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah di akhir masa kepemimpinan ‘Uthman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu yang mengakibatkan terbunuhnya ‘Uthman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu. Kemudian di masa kepemimpinan ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, keadaan mereka semakin buruk. Mereka keluar dari ketaatan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, mengkafirkannya, dan mengkafirkan para shahabat. Ini disebabkan para sahabat tidak menyetujui madzhab mereka. Dan mereka menghukumi siapa saja yang menyelisihi mazhab mereka dengan hukuman kafir. Akhirnya mereka pun mengkafirkan makhluk-makhluk pilihan yaitu para shahabat Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31)

KHAWARIJ PERTAMA  


Khawarij Pertama telah muncul sejak zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Ketika kami berada di sisi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau sedang membagi-bagi (harta), datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata:

 “Wahai Rasulullah, berbuat adillah'"

!” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pun bersabda:

tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku.”

Riwayat lain mengatakan “ Wahai Rasulullah ,Bertakwalah kepada Allah “


Maka ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu berkata:Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk memenggal lehernya!” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkata:

Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa solat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan solat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al Qur’an namun tidaklah melewati kerongkongan mereka , mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-ramiyyah, dilihat nashl-nya (besi pada ujung anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat rishaf-nya (tempat masuknya nashl pada anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat nadhiy-nya (batang anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat qudzadz-nya (bulu-bulu yang ada pada anak panah) maka tidak didapati pula bekasnya. Anak panah itu benar-benar dengan cepat melewati lambung dan darah (haiwan buruan itu). Ciri-cirinya, (di tengah-tengah mereka) ada seorang laki-laki hitam, salah satu lengannya seperti payudara wanita atau seperti potongan daging yang bergoyang-goyang, mereka akan muncul di saat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin.”


Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

Aku bersaksi bahwa aku mendengarnya dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan aku bersaksi pula bahwa ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu yang memerangi mereka dan aku bersamanya. Maka ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu memerintahkan untuk mencari seorang laki-laki (yang disifati oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, di antara mayat-mayat mereka) dan ditemukanlah ia lalu dibawa (ke hadapan ‘Ali), dan aku benar-benar melihatnya sesuai dengan ciri-ciri yang disifati oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.” (Shahih, HR. Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitabuz Zakat, bab Dzikrul Khawarij wa Shifaatihim, 2/744)

Asy-Syihristani Rahimahullah berkata:

 “Siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin yang sah, yang telah disepakati, maka ia dinamakan Khariji (seorang Khawarij), baik keluarnya di masa shahabat terhadap Al-Khulafa Ar-Rasyidin atau terhadap pemimpin setelah mereka di masa tabi’in, dan juga terhadap pemimpin kaum muslimin di setiap masa.” (Al-Milal wan Nihal, hal. 114)
Mengapa Disebut Khawarij ? [3]


Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata:

Dinamakan Khawarij dikeranakan keluarnya mereka dari jamaah kaum muslimin. Dikatakan pula kerana keluarnya mereka dari jalan (manhaj) jamaah kaum muslimin, dan dikatakan pula kerana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam (yang ertinya): “Akan keluar dari diri orang ini…” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah berkata:

“Dinamakan dengan itu (Khawarij) dikeranakan keluarnya mereka dari din (agama) dan keluarnya mereka dari ketaatan terhadap orang-orang terbaik dari kaum muslimin.” (Fathul Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari, 12/296)

Mereka juga biasa disebut dengan Al-Haruriyyah kerana mereka (dahulu) tinggal di Harura iaitu sebuah daerah di Iraq dekat kota Kufah, dan menjadikannya sebagai markas dalam memerangi Ahlul ‘Adl (para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam). (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)

Disebut pula dengan Al-Maariqah (yang keluar), kerana banyaknya hadith-hadith yang menjelaskan tentang muruq-nya (keluarnya) mereka dari din (agama). Disebut pula dengan Al-Muhakkimah, kerana mereka selalu mengulang kata-kata “Laa Hukma Illa Lillah” (tiada hukum kecuali untuk Allah Subhanahu Wata’ala), suatu kalimat yang haq namun ditafsirkan dengannya kebatilan. Disebut pula dengan An-Nawashib, dikeranakan berlebihannya mereka dalam menyatakan permusuhan terhadap ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. (Firaq Mu’ashirah, 1/68-69, Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji, secara ringkas)

Bagaimanakah Madzab Mereka ?


Asy-Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata, mazhab mereka adalah tidak berpegang dengan As Sunnah wal Jamaah, tidak mentaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin,), berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan sebahagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam agar senantiasa mentaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf/ yang tidak bertentangan dengan syariat), dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam firman-Nya (yang ertinya):
 “Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (An-Nisa: 59)

Allah Subhanahu Wata’ala dan Nabi-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan ketaatan kepada pemimpin sebagai sebahagian dari agama… Mereka (Khawarij) menyatakan bahwa pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) telah kafir, tidak diampuni dosa-dosanya, kekal di neraka. Dan ini bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam Kitabullah (Al Qur’an). (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31-33)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:Mereka berkeyakinan atas kafirnya ‘Uthman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu dan orang-orang yang bersamanya. Mereka juga berkeyakinan sahnya kepemimpinan ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu (sebelum kemudian dikafirkan oleh mereka, pen) dan kafirnya orang-orang yang memerangi ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu dari Ahlul Jamal.” [4] (Fathul Bari, 12/296)

Al-Hafidz Rahimahullah juga berkata:Kemudian mereka berpendapat bahwa siapa saja yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka, maka ia kafir, halal darah, harta dan keluarganya.” (Fathul Bari, 12/297)
Peperangan Khawarij Dengan Khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahuanhu

Setelah Khalifah ‘Uthman bin ‘Affan terbunuh, maka orang-orang Khawarij ini bergabung dengan pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam setiap pertempuran pun mereka selalu bersamanya. Ketika terjadi pertempuran Shiffin (tahun 38 H) antara pasukan Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib dengan pasukan sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan dari penduduk Syam yang terjadi selama berbulan-bulan -dikeranakan ijtihad mereka masing-masing-, ditempuhlah proses tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua pihak guna membicarakan penyelesaian terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami.

Orang-orang Khawarij tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa hukum itu hanya milik Allah dan tidak boleh berhukum kepada manusia. Demikian pula tatkala dalam naskah ajakan tahkim dari ‘Ali bin Abu Thalib termaktub:
Inilah yang diputuskan oleh Amirul Mukminin ‘Ali atas Mu’awiyah…” lalu penduduk Syam tidak setuju dengan mengatakan, “Tulislah namanya dan nama ayahnya,” (tanpa ada penyebutan Amirul Mukminin). ‘Ali pun menyetujuinya, namun orang-orang Khawarij pun mengingkari persetujuan itu.

Setelah disepakati utusan masing-masing pihak yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak ‘Ali dan ‘Amr bin Al-‘Ash dari pihak Mu’awiyah, dan disepakati pula waktu dan tempatnya (Dumatul Jandal), maka berpisahlah dua pasukan tersebut. Mu’awiyah kembali ke Syam dan ‘Ali kembali ke Kufah, sedangkan kelompok Khawarij dengan jumlah 8.000 orang atau lebih dari 10000 orang, atau 6000 orang, memisahkan diri dari ‘Ali dan bermarkas di daerah Harura yang tidak jauh dari Kufah.
Pimpinan mereka saat itu adalah Abdullah bin Kawwa’ Al-Yasykuri dan Syabats At-Tamimi. Maka ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu mengutus sahabat Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma untuk berdialog dengan mereka dari mereka yang rujuk.
Lalu ‘Ali  Radhiyallahu ‘Anhu keluar menemui  mereka, maka mereka pun akhirnya mentaati ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, dan ikut bersamanya ke Kufah, bersama dua orang pimpinan mereka. Kemudian telah mereka membuat isu bahwa bertaubat dari ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu masalah tahkim, kerana itulah mereka kembali bersamanya. Sampailah isu ini kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, lalu ia berkhutbah dan mengingkarinya. Maka mereka pun saling berteriak dari sebahagian samping masjid (dengan mengatakan):
Tiada hukum kecuali untuk Allah.”
‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu pun menjawab:
Kalimat yang haq (benar) namun yang dimahukan dengannya adalah kebatilan!”
Kemudian berkata kepada mereka:
‘Ali  Radhiyallahu ‘Anhu "Hak kalian yang harus kami penuhi ada tiga: Kami tidak akan melarang kalian masuk masjid, tidak akan melarang kalian dari rezeki fai’, dan tidak akan pula memulai penyerangan selama kalian tidak berbuat kerusakan.”

Secara beransur-ansur pengikut Khawarij akhirnya keluar dari Kufah dan berkumpul di daerah Al-Madain. ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu senantiasa mengirim utusan agar mereka rujuk. Namun mereka tetap berkeras mahu menolaknya hingga ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu bersaksi atas kekafiran dirinya dikeranakan masalah tahkim atau bertaubat. Lalu ‘Ali mengirim  utusan lagi namun (untuk mengingatkan mereka) justru utusan tersebut hendak mereka bunuh dan mereka bersepakat bahwa yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka maka dia kafir, halal darah dan keluarganya.
Aksi mereka kemudian berlanjut dalam bentuk fisikal, iaitu menghadang dan membunuh siapa saja dari kaum muslimin yang melewati daerah mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin Al-Art -yang saat itu menjawat sebagai salah seorang gubenur ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu- berjalan melewati daerah kekuasaan Khawarij bersama budak wanitanya yang tengah hamil, maka mereka membunuhnya dan merobek perut budak wanitanya untuk mengeluarkan anak dari perutnya.
Sampailah berita ini kepada ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, maka ia pun keluar untuk memerangi mereka bersama pasukan yang sebelumnya dipersiapkan ke Syam. Dan akhirnya mereka berhasil ditumpas di daerah Nahrawan beserta para pasukan mereka seperti Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi, Zaid bin Hishn At-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair As-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali sekitar 10 orang.
Sisa-sisa Khawarij ini akhirnya bergabung dengan simpatisan mazhab mereka dan sembunyi-sembunyi semasa kepemimpinan ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu, hingga salah seorang dari mereka yang bernama Abdurrahman bin Muljim berhasil yang  membunuh ‘Ali Radhiyallahu ‘Anhu saat itu sedang melakukan solat  Subuh. (diringkas dari Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani , 12/296-298, dengan beberapa tambahan dari Al-Bidayah wan Nihayah, karya Al-Hafidz Ibnu Katsir, 7/281)

Kafirkah Khawarij ?

Kafirnya Khawarij masih diperselisihkan di kalangan ulama. Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

Sebahagian besar ahli ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya Khawarij adalah orang-orang fasiq, dan hukum Islam berlaku bagi mereka. Hal ini dikeranakan mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan selalu melaksanakan rukun-rukun Islam. Mereka dihukumi fasiq, karena pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin berdasarkan takwil (penafsiran) yang salah, yang akhirnya menjerumuskan mereka kepada keyakinan akan halalnya darah, dan harta orang-orang yang bertentangan dengan mereka, serta persaksian atas mereka dengan kekufuran dan kesyirikan.” (Fathul Bari, 12/314)

Al-Imam Al-Khaththabi Rahimahullah berkata:

Ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya Khawarij dengan segala kesesatannya tergolong firqah dari firqah-firqah muslimin, boleh menikahi mereka, dan memakan sembelihan mereka, dan mereka tidak dikafirkan selama masih berpegang dengan pokok keislaman.” (Fathul Bari, 12/314)

Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata:

Jumhur ulama berpendapat bahwasanya Khawarij tidak keluar dari kumpulan kaum muslimin.” (Fathul Bari, 12/314)

Sebab-Sebab Yang Mengantarkan Khawarij Pada Kesesatan

Asy-Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “yang demikian itu disebabkan kebodohan mereka tentang agama Islam, bersamaan dengan wara’, ibadah dan kesungguhan mereka. Namun tatkala semua itu (wara’, ibadah, dan kesungguhan) tidak berdasarkan ilmu yang benar, akhirnya menjadi bencana bagi mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 35)
Demikan pula, mereka enggan untuk mengambil pemahaman para sahabat (As-Salafush Soleh) dalam memahami masalah-masalah din ini, sehingga terjerumuslah mereka ke dalam kesesatan.
Anjuran Memerangi Mereka [5]

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang ertinya):

 “Maka jika kalian mendapati mereka (Khawarij-pen), perangilah mereka! Kerana sesunggguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/747, dari sahabat ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu).

Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda (yang ertinya):

 “Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum ‘Aad. (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu)

Dalam lafaz yang lain beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang ertinya):

 “Jika aku mendapati mereka, benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum Tsamud.” (Sahih, HR. Muslim dalam Sahih-nya, 2/742, dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu)

Al-Imam Ibnu Hubairah berkata:

Memerangi Khawarij lebih utama dari memerangi orang-orang musyrikin. Hikmahnya, memerangi mereka merupakan penjagaan terhadap ‘modal’ Islam (kemurnian Islam -pen), sedangkan memerangi orang-orang musyrikin merupakan ‘pencarian laba’, dan penjagaan modal tentu lebih utama.” (Fathul Bari, 12/315)

Samakah Musuh-Musuh Ali Bin Abi Thalib Dalam Perang Jamal Dan Perang Shiffin Dengan Khawarij ?


Pendapat yang menyatakan bahwa musuh-musuh ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sama dengan Khawarij ini tentunya tidak benar.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata:

Adapun jumhur ahli ilmu, mereka membezakan antara orang-orang Khawarij dengan Ahlul Jamal dan Shiffin, serta selain mereka yang terhitung sebagai penentang dengan berdasarkan ijtihad. Inilah yang ma’ruf dari para sahabat, keseluruhan ahlul hadith, fuqaha, dan mutakallimin. Di atas pemahaman inilah, nash-nash majoriti para imam dan pengikut mereka dari murid-murid Malik, Asy-Syafi’i, dan selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 35/54)

Nasehat Dan Peringatan
Mazhab Khawarij ini sesungguhnya terus berkembang (di dalam merusak aqidah umat) seiring dengan bergulirnya waktu. Oleh karana itu Asy-Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menasehatkan:
Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa, jika terbukti telah mendapati mazhab yang jahat ini untuk mengatasinya dengan dakwah dan penjelasan kepada umat tentangnya. Jika mereka (Khawarij) tidak mengindahkannya, hendaknya kaum muslimin memerangi mereka dalam rangka membentengi umat dari kesesatan mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 37)

Wallahu a’lam bish shawab.

Foot Note:

[1] Al Qadhi Bin Iyadh Rahimahullah berkata, “Padanya terdapat 2 pengertian. Pertama:Hati mereka tidak memahami Al Qur’an tersebut dan tidak pula mengambil manfaat dari apa yang mereka baca. Mereka tidak melakukan kecuali hanya sebatas bacaam mulut dan kerongkongan yang dengannya keluarlah potongan-potongan huruf. Kedua: Amalan dan bacaan mereka tidak diterima di sisi Allah Subhanahu Wata’ala” (Ta’liq Shahih Muslim 2/740, Muhammad Fuad Baqi’)
[2] Al Imam Al Mubarakfuri Rahimahullah berkata, “Ar Ramiyah adalah haiwan buruan yang dipanah. Keluarnya mereka (Khawarij) dari agama ini diumpamakan dengan anak panah yang mengenai buruan lalu masuk hingga tembus. Kerana beitu cepatnya laju anak panah tersebut (dikeranakan kuatnya si pemanah) maka tidak ada sesuatu pun dari jasad (darah maupun daging) haiwan buruan itu yang berbekas pada anak panah” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/426)
[3] Kata “Khawarij” merupakan bentuk jamak dari “Kharij” yang ertinya “orang yang keluar”.
[4] Ahlul Jamal adalal Aisyah Radhiyallau ‘Anhu, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan orang-orang yang bersama mereka yang menuntut dihukumnya para pembunuh Uthman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu, setelah mereka membai’at Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu.
[5] Adapun memerangi mereka bukanlah urusan perseorangan atau kelompok tertentu namun dibawah naungan pemerintah sebagaimana dijelaskan para ulama dalam buku-buku fiqih.
[6] Talbis Iblis Ibnul Jauzi

No comments:

Post a Comment