Segala puji bagi Allah yang membangkitkan para ulama pada setiap
zaman di saat kekosongan para rasul, mereka menunjuki orang yang tersesat
jalan, sabar menghadapi rintangan, menghidupkan orang mati dengan al-Qur‘an,
dan menyalakan cahaya Allah kepada orang-orang yang lelap dalam kebutaan.
Betapa banyak korban Iblis yang mereka sembuhkan dan betapa banyak orang
tersesat kebingungan yang mereka selamatkan!
Alangkah besarnya jasa mereka terhadap manusia, tetapi alangkah
buruknya balasan manusia kepada mereka! Mereka menepis segala penyelewengan
orang-orang yang berlebih-lebihan, kedustaan pembela kebatilan, dan penafsiran
orang-orang jahil yang kebingungan — yang melepaskan tali fitnah dan
mengibarkan bendera kebid’ahan, mereka berselisih dalam al-Qur‘an, menyelisihi
kandungan al-Qur‘an, dan bersatu untuk meninggalkan al-Qur‘an, mereka berkata
tentang Allah dan kitab-Nya tanpa dasar ilmu, menyebarkan syubhat untuk menipu
manusia yang dungu. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan.[1]
Di antara deretan para ulama tersebut—insya Allah—adalah Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah, yang
namanya tidak asing lagi bagi kita semua. Allah telah mengangkat derajat beliau
dan mengharumkan nama beliau sampai detik ini.
Imam Syafi’i rahimahullah termasuk ulama pembaharu
agama yang menyeru manusia untuk kembali kepada al-Qur‘an dan Sunnah serta meninggalkan
ilmu kalam. Oleh kerananya, dalam setiap karya beliau bertaburan ayat-ayat dan
hadith-hadith dengan ditunjang oleh dalil-dalil akal dan bantahan terhadap
setiap yang menyelisihinya.
Nah, termasuk nikmat Allah kepada penulis pada saat ini adalah
menyumbangkan salah satu tulisan sederhana tentang ilmu Imam Syafi’i rahimahullah yang
kita berdo’a kepada Allah agar menjadikan tulisan ini ikhlas kerana
mengharapkan pahala Allah dan bermanfaat bagi semua.
Pentingnya Pembahasan
Ada beberapa faktor yang mendorong hati kami untuk menulis
pembahasan ini, minimal ada empat alasan penting:
1. Imam Syafi’e adalah
seorang imam mazhab empat yang pendapat-pendapatnya menjadi pedoman banyak umat
Islam, di antaranya adalah negeri kita Malaysia ini yang majoriti penduduknya
bermazhab Syafi’e. Maka menjelaskan landasan-landasan agama Imam Syafi’e
sangatlah penting sekali agar mereka mengetahuinya dan mencontohnya.
2. Meluruskan klaim kebanyakan orang yang menisbatkan dirinya
kepada mazhab Syafi’e dalam fiqih, tetapi dalam aqidah berfahaman Asy’ari, kerana
ini termasuk kontradiksi yang amat nyata, sebab Imam Syafi’e tidaklah berfahaman
Asy’ariyyah, bahkan beliau adalah seorang salafi yang mengikuti dalil, baik
dalam masalah aqidah dan lainnya.
3. Kebanyakan orang menganggap bahawa manhaj salaf hanyalah
dicetuskan oleh Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, atau al-Albani dan
Ibnu Baz. Maka penjelasan ini membantah dugaan tersebut kerana semua imam panutan
umat—termasuk Imam Syafi’e—mereka satu aqidah dan manhaj.
4. Membantu saudara-saudara kami para da’i dan para penuntut ilmu
ketika berdakwah di masyarakat hendaknya sering menukil ucapan Imam Syafi’e kepada
mereka, sebab termasuk cara hikmah dalam berdakwah adalah mengutip perkataan
ulama Ahli Sunnah yang dikenal baik di masyarakat luas, serta menghindari
penyebutan nama ulama tertentu yang mereka fobia dengan nama-nama tersebut.[2] Maka
dengan terkumpulnya ucapan-ucapan Imam Syafi’e dalam tulisan semacam ini,
diharapkan dapat memudahkan saudara-saudara kami menerapkan metode hikmah ini.
Sumber Aqidah Menurut
Imam Syafi’e
Sesungguhnya pedoman hukum dalam beragama adalah al-Qur‘an,
hadith shahih, dan ijma’. Tentang hujjahnya al-Qur‘an dan hadith, Allah
berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ
مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ
وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Qur‘an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (QS.
an-Nisa’ [4]: 59)
Imam Abdul Aziz al-Kinani rahimahullah berkata,
“Tidak ada perselisihan di kalangan orang yang beriman dan
berilmu bahwa maksud mengembalikan kepada Allah adalah kepada kitab-Nya dan
maksud mengembalikan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat adalah kepada sunnah
beliau. Tidak ada yang meragukan hal ini kecuali orang-orang yang menyimpang
dan tersesat. Penafsiran seperti yang kami sebutkan tadi telah dinukil dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu dan sejumlah para imam yang berilmu. Semoga Allah merahmati
mereka semua.” [3]
Adapun dalil bahwa ijma’ (kesepakatan ulama) merupakan hujjah
adalah firman Allah[4]:
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ
بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ﴿١١٥﴾
Dan barang siapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali. (QS.
an-Nisa’ [4]: 115)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لَا يَجْمَعُ اللّٰهَ أُمَّتِيْ
عَلَى ضَلَالَةٍ أَبَدًا
Dan inilah yang dijadikan landasan oleh Imam Syafi’e rahimahullah juga
sebagaimana beliau tegaskan dalam banyak ucapannya, di antaranya adalah sebagai
berikut:
Imam Syafi’e rahimahullah berkata:
وَلَمْ يَجْعَلِ اللّٰهُ لِأَحَدٍ
بَعْدَ رَسُوْلِ اللّٰهِ أَنْ يَقُوْلَ إِلَّا مِنْ جِهَةِ عِلْمٍ مَضَى قَبْلَهُ
وَجِهَةُ الْعِلْمِ بَعْدُ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالإِجْمَاعُ وَالآثَارُ
وَمَا وَصَفْتُ مِنَ الْقِيَاسِ عَلَيْهَا
“Allah tidak memberikan kesempatan bagi
seorang pun selain Rasulullah shalallahua’laihiwasalam untuk berbicara soal
agama kecuali berdasarkan ilmu yang telah ada sebelumnya, yaitu Kitab, Sunnah,
ijma’, atsar sahabat, dan qiyas (analogi) yang telah kujelaskan maksudnya.” [6]
Imam Syafi’e rahimahullah berkata:
كُلُّ مُتَكَلِّمٍ عَلَى
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَهُوَ الْجِدُّ، وَمَا سِوَاهُمَا فَهُوَ هَذَيَانُ
“Setiap orang yang berbicara berdasarkan al-Qur‘an
dan Sunnah maka dia sungguh-sungguh. Adapun selain keduanya maka dia mengigau.” [7]
Imam Syafi’e rahimahullah berkata:
فَقَدْ جَعَلَ اللّٰهُ الْحَقَّ
فِيْ كِتَابِهِ، ثُمَّ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَّ
Imam Syafi’e Mendahulukan Dalil
Daripada Akal
Termasuk pokok-pokok Ahli Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa akal
bukanlah pedoman untuk menetapkan hukum dan aqidah. Namun, puncanya adalah
dalil yang bersumber dari al-Qur‘an dan Sunnah. Adapun akal hanyalah alat untuk
memahami.
Maka amatlah salah jika manusia menjadikan akal sebagai hakim
terhadap dalil al-Qur‘an dan hadith sebagaimana dilakukan oleh sebagian
kalangan, kerana akal manusia terbatas. Inilah yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i rahimahullah tatkala
berkata:
إِنَّ لِلْعَقْلِ حَدًّا
يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ كَمَا أَنَّ لِلْبَصَرِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ
Imam Syafi’e dan Ilmu
Kalam/Filsafat
Disebut ilmu kalam kerana ilmu ini hanyalah dibangun di atas
ucapan, pendapat, dan logik semata, tanpa dibangun di atas dalil al-Qur‘an dan
Sunnah yang shahih. Ilmu kalam sangat banyak dipengaruhi oleh ilmu mantiq dan filsafat Yunani yang
muncul berabad-abad sebelum datangnya Islam.
Islam tidak memerlukankan ilmu ini sama sekali kerana ilmu ini
hanyalah berisi kejahilan, kebingungan, kesesatan, dan penyimpangan.[10] Oleh
kerana itu, para ulama telah mengingatkan kepada kita agar waspada dan menjauhi
ilmu ini sejauh-jauhnya.[11] Di
antara deretan para ulama tersebut adalah Imam Syafi’i.[12]
Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata:
“Telah mutawatir dari Imam Syafi’e bahawa
beliau mencela ilmu kalam dan ahli kalam. Beliau adalah seorang yang semangat
dalam mengikuti atsar (sunnah) baik dalam masalah aqidah atau hukum fiqih.” [13]
Ucapan Imam Syafi’i begitu banyak, di antaranya:
الْعِلْمُ بِالْكَلَامِ جَهْلٌ
حُكْمِيْ فِيْ أَهْلِ الْكَلاَمِ
أَنْ يُضْرَبُوْا بِالْجَرِيْدِ، وَيُحْمَلُوْا عَلَى الإِبِلْ، وَيُطَافُ بِهِمْ
فِي الْعَشَائِرِ، يُنَادَى عَلَيْهِمْ: هٰذَا جَزَاءُ مَنْ تَرَكَ الْكِتَابَ
وَالسُّنَّةَ وَأَقْبَلَ عَلَى الْكَلَامِ
“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul
dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian diarak keliling
kampung seraya dikatakan pada khayalak: ‘Inilah hukuman bagi orang yang
berpaling dari al-Qur‘an dan Sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat.’ ” [15]
Imam as-Sam’ani rahimahullah berkata — setelah
membawakan ucapan-ucapan seperti di atas: “Inilah ucapan Imam Syafi’i tentang
celaan ilmu kalam dan anjuran untuk mengikuti Sunnah. Dialah imam yang tidak
diperdebatkan dan tidak terkalahkan.” [16]
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
[1] Ar-Rodd ’ala
al-Jahmiyyah wa Zanadiqoh hlm. 85 oleh Imam Ahmad
bin Hanbal, tahqiq Dr. Abdurrahman ’Umairah.
[2] Lihat al-Hatstsu ’ala al-Mawaddah wal I’tilaf hlm.
21–23 oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dan 14 Contoh Praktek Hikmah Dalam Berdakwah hlm. 56
oleh akhuna al-Ustadz Abdullah Zaen, M.A.
[3] Al-Haidah wal
I’tidzarr fir Roddi ’ala Man Qola Bikholqil Qur‘an hlm.
32, tahqiq Dr. Ali al-Faqihi
[4] Ayat
ini dijadikan dalil oleh Imam Syafi’e tentang hujjahnya ijma’ ulama,
sebagaimana dalam kisah yang panjang. (Lihat Manaqib
Imam Syafi’i hlm. 83 al-Aburri, Thabaqat
Syafi’iyyah 2/243 Ibnu Subki, Siyar A’lam
Nubala‘ 3/3295 adz-Dzahabi)
[5] HR.
al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/116,
al-Baihaqi dalam Asma‘ wa Sifat: 702.
Hadith ini memiliki penguat yang banyak. Al-Hafizh as-Sakhawi rahimahullah berkata dalam al-Maqashidul Hasanah hlm.
460: “Kesimpulannya, hadith ini masyhur matan-nya,
memiliki sanad yang banyak, dan penguat yang banyak juga.” Syaikh al-Albani
juga menshahihkan dalam ash-Shahihah: 1331
dan Shahihul Jami’: 1848
[10] Lihat
tulisan al-Ustadz Armen Halim Naro “Filsafat Islam Konspirasi Keji” yang dimuat
dalam Majalah Al Furqon Edisi 2
Tahun 6 rubrik Aqidah.
[11] Al-Hafizh
as-Suyuthi menyebutkan tiga alasan di balik larangan ulama salaf terhadap
mempelajari ilmu kalam: Pertama: Ilmu
kalam merupakan faktor penyebab kebid’ahan.Kedua: Ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh al-Qur‘an dan hadits
serta ulama salaf. Ketiga:
Merupakan sebab meninggalkan al-Qur‘an dan Sunnah. (Lihat Shonul Manthiq hlm. 15–33)
[12] Lihat
peringatan para ulama tentang ilmu kalam dan ahli kalam secara panjang dalam
kitab Dzammul Kalam wa Ahlihi oleh
Imam al-Harowi dan Shounul Manthiq oleh
al-Hafizh as-Suyuthi.
[15] Manaqib Syafi’i 1/462
al-Baihaqi, Tawali Ta‘sis hlm.
111 Ibnu Hajar, Syarof Ashhabil
Hadits hlm. 143 al-Khothib al-Baghdadi. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata dalamSiyar A’lam Nubala‘ 3/3283:
“Ucapan ini mungkin mutawatir dari Imam Syafi’i.”
No comments:
Post a Comment