بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله
وبعد
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله
وبعد
SIHIR DAN AZIMAT
Sihir menjadi popular kepada masyarakat di akhir zaman ini. Kesan daripada ini ada setengah daripada mereka mencari kesempatan membina pusat –Pusat Perubatan yang Bersandarkan kepada Islam. Ini adalah sesuatu perkara yang sangat memalukan. Menjadikan Nama Islam sebagai suatu pusat Perubatan mengubati sihir dan menjadikannya sebagai suatu Perniagaan dan mempromosikan Pusat mereka dalam media-media arus Perdana. Tidak ada suatu riwayat pun pembinaan Pusat-Pusat mengubati sihir ini di kalangan sahabat Nabi Shalallahua’laihiwasalam. Ini sebenarnya didukung oleh Dukun yang berwajah baru. Mereka digelar sebagai ustaz yang hakikatnya adalah ToK Pawang dan Bomoh yang sama apa yang di sebutkan Oleh Nabi Shalallahua’laihiwasalam.
Sudah banyak tersebar di tengah masyarakat bahwa ada orang yang bergantung dengan dukun, peramal, penyihir dan semisal mereka, untuk mengetahui masa depan, keberuntungan, mencari pasangan hidup, lulus dalam ujian dan perkara lainnya yang hanya Allah I yang mengetahuinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala :
عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. * Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. al-Jinn:26-27)
Dan firman-Nya:
قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. an-Naml:65)
Firman Allah Subhanahuwata’ala :
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآأُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَاهُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فيِ اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahawa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaiu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cubaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. al-Baqarah:102)
Dan firman-Nya:
إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلاَيُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang". (QS. Thaha:69)
Dan firman-Nya:
وَأَوْحَيْنَآ إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَايَأْفِكُونَ . فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan Kami wahyukan kepada Musa:"Lemparkanlah tongkatmu!". Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. * Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. (QS. al-A'raaf:117-118)
Ayat-ayat ini dan semisalnya menjelaskan kerugian penyihir dan akibatnya di dunia dan akhirat, ia tidak datang dengan kebaikan, dan sesungguhnya yang dia pelajari dan dia ajarkan kepada yang lain membahayakan pelakunya dan tidak berguna baginya, sebagaimana Allah Subhanahuwata’ala menjelaskan bahwa perbuatan mereka batil. Dan dalam hadith shahih dari Rasulullah Shalallahua’laihiwasalam , beliau bersabda:
اجْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قَالُوْا:يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلِ الرِّبَا وَأَكْلِ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Mereka bertanya: apakah itu, wahai Rasulullah? Beliau Shalallahua’laihiwasalam menjawab: 'Menyekutukan Allah Subhanahuwata’ala, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah Subhanahuwata’ala kecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh zina terhadap wanita yang tersedar dari perbuatan dosa, tidak tahu menahu dengannya dan beriman kepada Allah Subhanahuwata’ala .' [Muttafaqun 'alaih.]
Hadith ini menunjukkan begitu besarnya dosa sihir, kerana Allah Subhanahuwata’ala menyertakannya dengan perbuatan syirik dan mengkabarkan bahawa ia termasuk perkara yang membinasakan. Sihir menjadikan seseorang kafir kerana ia tidak boleh sampai kepadanya kecuali dengan kufur. Sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala :
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". (QS. al-Baqarah:102)
Dan diriwayatkan dari Nabi shalallahu’laihiwasalam bahawa beliau bersabda:
حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ
"Hukuman penyihir adalah ditebas dengan pedang." [HR. at-Tirmidzi , ad-Daruquthni , ath-Thabrani dalam al-Kabir,-Tirmidzi menegaskan shahih mauquf ]
Dan dalam riwayat yang shahih dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab Radhiyallahuanhu, ia menyuruh membunuh sebagian penyihir dari laki-laki dan perempuan. Dan seperti inilah diriwayatkan dari Jundub al-Khair al-Azdi Radhiyallahuanhu, salah seorang sahabat Nabi shalallahua’laihiwasalam, bahawa ia membunuh sebagian penyihir. Dan dalam riwayat yang shahih dari Hafshah radhiyallahu 'anha, ia menyuruh membunuh budak wanita miliknya yang telah menyihirnya, lalu budak wanita itu dibunuh. Dan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: orang-orang bertanya kepada Nabi shalallahua’laihiwasalam tentang para dukun.' Maka beliau shalallahua’laihiwasalam bersabda:
'Mereka tidak ada apa.' Mereka bertanya: 'Sesungguhnya mereka terkadang menceritakan sesuatu lalu menjadi kenyatakan.' Maka Rasulullah shalallahua’laihiwasalam bersabda: 'Itu adalah kata-kata dari al-Haqq yang dicuri oleh jin, lalu mereka mengulang-ulangnya di telinga kekasihnya, lalu mereka mencampur padanya lebih dari seratus kebohongan.' HR. al-Bukhari.
Dan dalam riwayatkan Ibnu Abbas Radhiyallahuanhu, Nabi shalallahua’laihiwasalam bersabda:
مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدْ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
"Barangsiapa yang mengambil satu ilmu dari ilmu nujum (astrologi) niscaya ia telah mengambil satu cabang dari sihir, setiap bertambah ilmu yang dipelajarinya bertambah pula dosanya."[ HR. Abu Daud dan isnadnya shahih].
Dan dalam riwayat an-Nasa`i, dari Abu Hurairah , dari Nabi shalallahua’laihiwasalam, beliau bersabda:
مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيْهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِّلَ إِلَيْهِ
'
Barangsiapa mengikat buhul, kemudian meniup padanya maka sungguh ia telah menyihir, dan barangsiapa yang menyihir bererti ia berbuat syirik, dan barangsiapa yang bergantung kepada sesuatu maka dirinya dijadikan Allah subhanahuwata’ala mengandalkan sesuatu itu." [HR. an-Nasa`i , ath-Thabrani dalam al-Ausath ]
Hadith ini menunjukkan bahawa sihir adalah perbuatan syirik kerana hal itu tidak boleh terwujud tanpa menyembah jin dan mendekatkan diri kepada mereka dengan cara melaksanakan permintaan mereka seperti menyembelih dan berbagai bentuk ibadah lainnya, dan ibadah kepada mereka adalah perbuatan syirik.
Dukun: iaitu orang yang mengaku bahawa ia mengetahui sebahagian yang ghaib, dan majoriti hal itu dari orang yang melihat bintang untuk mengetahui berbagai peristiwa, atau menggunakan orang yang mencuri pendengaran (berita) dari para jin yang nakal, seperti yang disebutkan dalam hadith di atas. Dan seperti mereka ada yang menggali di pasir atau melihat di gelas atau di telapak tangan dan semisal yang demikian itu. Dan seperti ini pula orang yang membuka buku sebagai pengakuan dari mereka bahawa mereka mengetahui yang ghaib, dan mereka adalah orang kafir dengan keyakinan ini, kerana mereka mengaku sama seperti Allah Subhanahuwata’ala dalam salah satu sifat khusus-Nya, yaitu mengetahui perkara ghaib, dan kerana mereka mendustakan firman Allah Subhanahuwata’ala :
قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. an-Naml:65)
Dan firman-Nya kepada nabi-Nya Shalallahua’laihiwasalam :
قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآأَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَايُوحَى إِلَيَّ
Katakanlah:"Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku. (QS. al-An'aam:50)
Barangsiapa yang datang kepada mereka dan mempercayai ucapan mereka tentang ilmu ghaib maka ia kafir, berdasarkan hadith riwayat Ahmad dan ashhab sunan (empat kitab sunan) dari hadith Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, sesungguhnya Nabi Shalallahua’laihiwasalam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.
"Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun, lalu membenarkan ucapannya maka sungguh telah kufur (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shalallahua’laihiwasalam."
Dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari sebagian isteri Nabi Shalallahua’laihiwasalam Shalallahua’laihiwasalam, dari Nabi Shalallahua’laihiwasalam, sesungguhnya beliau bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
"Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu niscaya shalatnya tidak diterima selama 40 hari."
Dan dari Imran bin Hushain Radhiyallahuanhu, dari Nabi Nabi Shalallahua’laihiwasalam, beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ, أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ, أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ. وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.
"Bukan termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur (menganggap sial dengan sesuatu) untuknya, atau meramal atau meminta diramal untuknya, atau menyihir atau meminta disihir untuknya, dan barangsiapa yang mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya, maka sungguh ia telah kafir dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shalallahua’laihiwasalam." [HR. al-Bazzar dengan isnad jayyid]
Dari hadith-hadith yang telah sebutkan, jelaslah bagi pencari kebenaran bahwa ilmu nujum (astrologi), yang dinamakan peramal, membaca telapak tangan, membaca gelas, mengenal garis dan semisal yang demikian itu yang diakui oleh para dukun, peramal dan penyihir, semuanya termasuk ilmu jahiliyah yang diharamkan oleh Allah subhanahuwata’ala dan rasul-Nya Shalallahua’laihiwasalam, dan dari perbuatan mereka yang Islam datang untuk membatalkannya, memperingatkan dari perbuatannya, atau mendatangi pelakunya dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, atau mempercayai ucapannya, kerana hal itu termasuk ilmu ghaib yang hanya Allah subhanahuwata’ala yang mengetahuinya.
Untuk itu bagi setiap orang yang bergantung dengan perkara ini agar ia bertaubat kepada Allah subhanahuwata’ala dan meminta ampun kepada-Nya, hendaklah ia berpegang kepada Allah subhanahuwata’ala, bertawakal kepada-Nya dalam segala perkara serta melakukan sebab-sebab yang dibolehkan, dan hendaklah ia meninggalkan perkara-perkara jahiliyah, menjauh darinya, memperingatkan bertanya kepada pelakunya atau membenarkan mereka kerana taat kepada Allah subhanahuwata’ala dan rasul-Nya, dan menjaga agama dan aqidahnya, menjaga diri dari kemurkaan Allah subhanahuwata’ala kepadanya, dan menjauhkan diri dari sebab-sebab kesyirikan dan kufur yang barangsiapa yang mati atasnya niscaya ia rugi dunia dan akhirat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Siapa saja yang menggantungkan Azimat (tamiimah), maka ia telah melakukan kesyirikan.” (HR. Ahmad [IV/156], al-Hakim [IV/417], dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani Radhiyallahu ‘anhu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah [no. 492]. Hadith Shahih).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Sesungguhnya jampi, azimat (tamaa-im) dan kalung (tiwalah) adalah syirik.” (HR. Abu Dawud [no. 3883], Ibnu Majah [no. 3530], Ahmad [I/381] dan al-Hakim [IV/417-418], dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini shahih, lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah [no. 331 dan 2971]).
Kata tamaa-im adalah bentuk jamak dari tamiimah, iaitu suatu azimat yang dikalungkan di leher atau bahagian dari tubuh seseorang yang bertujuan mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, baik kandungan azimat itu al-Qur’an, atau benang atau kulit atau kerikil dan seumpamanyanya. (Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, hal. 483).
Tamiimah bentuk jamaknya adalah tamaa-im yang terjemahannya biasa dipakai dengan erti: azimat. (Al-Masaa-il jilid 3, hal. 99).
Adapun azimat atau tangkal adalah sesuatu yang diyakini dapat menghilangkan bahaya atau mendatangkan kebaikan. (Al-Masaa-il jilid 3, hal. 99).
Azimat diharamkan oleh syari’at Islam kerana ia mengandungi makna keterkaitan hati dan tawakkal kepada selain Allah, dan membuka pintu bagi masuknya kepercayaan-kepercayaan yang rosak tentang berbagai hal yang ada pada akhirnya membawa kepada syirik besar. (Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, hal. 484).
Keterangan:
- Azimat-azimat itu ada yang berbentuk cincin, kalung, gelang, sabuk, patung dan lain sebagainya.
- Azimat-azimat itu ada yang digantungkan atau dipakai oleh manusia atau dipakaikan kepadanya, kepada binatang/kendaraan, atau digantungkan di rumah-rumah yang diyakini sebagai penjaga dari gangguan jin atau syaitan/hantu/jin/toyol/pelesit dan lain-lain.
- Segala macam bentuk jimat adalah termasuk bentuk kesyirikan kepada Allah. Meskipun jimat tersebut terdiri dari ayat al-Qur’an, yang umumnya ditempelkan di depan-depan rumah, atau dikalungkan di leher, atau ayat-ayat itu dimasukkan di gelas yang berisi air lalu airnya diminum. Semuanya itu adalah termasuk bentuk jimat yang disabdakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kerana al-Qur’an diturunkan bukan untuk azimat, akan tetapi al-Qur’an diturunkan Allah untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia.
Hakikat nya apakah syirik yang dimaksud di atas syirkul ashghar (syirik kecil) atau syirkul akbar (syirik besar)?
Masaalah ini bergantung i’tiqad (keyakinan) orang yang memakainya. Jika dia meyakini bahwa dzat dari jimat tersebut yang dapat memberikan manfaat atau menolak mudharat maka tidak syak lagi hukumya adalah syirkul akbar (syirik besar).
Akan tetapi apabila dia meyakini bahwa dzat dari azimat tersebut hanya sebagai sebab sedangkan yang memberikan manfaat atau menolak mudharat adalah Allah, maka hukumnya syirkul ashghar (syirik kecil) kerana Allah tidak menjadikan sebab pada azimat atau mantera/jampi yang tidak Allah syari’atkan. (Al-Masaa-il jilid 3, hal. 99-100).
Hadith Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam Shahihul Bukhari dari Sahabat Abu Basyir al-Anshari bahwa beliau pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam satu perjalanan, lalu ia berkata:
“Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus seseorang untuk mengumumkan, kemudian beliau bersabda:
‘Jangan sisakan satu kalung pun yang digantung di leher unta melainkan kalungnya harus dipotong.’” (HR. al-Bukhari [no. 3005] dan Muslim [no. 2115], dari Sahabat Abu Basyir al-Anshari).
Seorang muslim harus meyakini bahawa manfaat dan mudharat itu ada di tangan Allah. Hanya Allah sajalah yang sanggup mendatangkan manfaat atau menolak bahaya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ يُصَيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107).
Memakai benda apa saja, dengan keyakinan bahwa ia adalah subjek atau faktor yang berpengaruh dalam mendatangkan manfaat atau menolak mudharat (bahaya) adalah termasuk melakukan syirik besar. Jika ia percaya bahwa benda itu hanya menyertai datangnya manfaat atau mudharat, maka ia termasuk melakukan syirik kecil. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hatinya kepada selain Allah dalam mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Seorang mukmin wajib bertawakkal hanya kepada Allah saja.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَعلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“… Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang yang beriman bertawakkal.” (QS. Ibrahim: 11).
Membuka pintu kepercayaan kepada benda-benda tertentu akan menghilangkan rasa aman dari hati kaum mukminin. Rasa tidak aman itu selanjutnya merosak hubungannya dengan alam, kerana ia senantiasa takut dan was-was terhadap berbagai benda alam yang telah diciptakan Allah dengan taqdir-Nya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam al-Qur’an:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82).
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Siapa saja yang menggantungkan tamimah (azimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan siapa saja yang menggantungkan wada’ah, semoga Allah tidak membuatnya tenang.” (HR. Ahmad [IV/154], al-Hakim [IV/216], dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi. Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaa-id [V/103] mengatakan: “Rawi-rawinya tsiqah”).
Wada’ah adalah batu yang diambil dari laut kemudian digantung untuk menangkal pandangan mata yang dengki atau jahat. Mereka beranggapan, jika seseorang menggantungkan batu dari laut tersebut di lehernya, maka ia tidak akan terkena akibat dari pandangan mata yang jahat atau tidak akan dirasuki jin. (Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, hal. 492. Lihat al-Qaulul Mufid ‘alaa Kitaabit Tauhid [I/171] oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin).
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Siapa saja yang menggantungkan suatu barang di lehernya (dengan anggapan bahawa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya dia akan dibiarkan bergantung kepadanya.” (HR. Ahmad [IV/310-311], at-Tirmidzi [no. 2072]. Hadits ini berderajat hasan. Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi [no. 1691]).
Dengan demikian, jelaslah bahwa perbuatan ini termasuk syirik. Maka tidak boleh kita menggunakan azimat. Sesungguhnya azimat tidak dapat menolak dan menghilangkan apa yang sudah Allah taqdirkan. Azimat membuat orang menjadi lemah dan tidak berdaya, kerana ia bersandar dan bergantung kepadanya yang tidak boleh memberi manfaat dan tidak dapat menolak bahaya. Pada hakekatnya yang memberikan manfaat dan menolak bahaya hanya Allah subhanahuwata’ala sahaja.
Rujukan:
1. Buku Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tulisan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i.
2. Buku Al-Masa-il jilid 3, tulisan Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, penerbit Darus Sunnah.
No comments:
Post a Comment